Obsesinews.com, Jakarta – Perseteruan wartawan versus oknum Kapolsek Kalideres seakan belum akan mereda. Bahkan, akumulasi kekecewaan para pekerja media semakin meningkat. Terlebih lagi ketika beredar informasi bohong alias hoax yang diduga disebarkan Kapolsek Kalideres, Kompol Slamet, melalui sebuah acara press conference di Mapolsek Kalideres, Selasa, 14 Juli 2020. “Tersangka Pemeras Bermodus Penyelewengan KJP Mengaku Polisi dan Wartawan” demikian judul berita yang muncul di media-media bersumber dari pernyataan oknum Kapolres Kalideres (1).
Merespon tudingan miring Polsek Kalideres tersebut, Pimpinan Redaksi media online BidikFakta.com, Yoyon Wardoyo langsung memberikan klarifikasi. Kepada media, Yoyon menjelaskan bahwa keempat orang yang dituduh wartawan gadungan itu adalah wartawan di media BidikFakta.Com. Dia juga menyertakan beberapa bukti foto para wartawan itu beraudiensi bersama anggota-anggota polisi di beberapa unit humas di lingkungan Kepolisian Metro Jakarta Barat.
“Keempat orang itu adalah benar wartawan media online bidikfakta.com yang juga tergabung dalam Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Media Group. Hal itu pun sudah kita sampaikan kepada Kapolsek Kalideres beberapa waktu lalu. Jadi, jangan menggiring opini bahwa mereka adalah wartawan gadungan,” ujar Yoyon memberikan klarifikasi kepada awak media, Rabu, 15 Juli 2020 (2).
Sementara itu, ketika diminta komentarnya terkait penyebaran informasi bohong dari oknum Kapolsek Kalideres, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menyampaikan bahwa dia sangat kecewa dengan oknum-oknum aparat seperti itu. Pasalnya, kata Wilson, mereka digaji bukan untuk berbohong, bukan untuk merekayasa fakta lapangan, bukan untuk sebarkan dusta dan hoax ke masyarakat.
Lebih lanjut kata alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu, uang rakyat bukan untuk membiayai press conference berkonten hoax. Ini sangat memalukan. “Uang negara yang dikumpulkan dari rakyat tidak boleh digunakan untuk memproduksi berita bohong, menyebarkan dusta dan hoax. Uang negara harus digunakan untuk melayani masyarakat, bukan untuk membiayai akal bulus aparat ketika mencari selamat dari keteledorannya dalam bekerja,” tegas Wilson yang menyelesaikan program pasca sarjananya di bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris, ini, Rabu, 15 Juli 2020.
Yang sulit dinalar, kata tokoh pers nasional yang getol membela wartawan ini, si rentenir penadah 500-an KJP yang digadaikan warga tidak diusut. Praktek illegal menggadaikan KJP itu adalah kejahatan terhadap negara, memanfaatkan uang negara untuk sesuatu yang tidak pada tempatnya. Kawan-kawan wartawan ini, yang dengan sukarela mau mengungkap kejahatan atas anggaran negara yang diperuntukan bagi pendidikan generasi penerus bangsa, justru ditangkap atas laporan dari si pelaku praktek illegal pegadaian KJP.
“Aneh sekali cara berpikir para oknum polisi kita ini. Laporan penjahat diproses cepat, bahkan terkesan dibela mati-matian. Wartawan yang katanya mitra Polri, yang sedang berupaya mengungkap modus kejahatan KJP malah diciduk dan dipenjara. Padahal, saat melakukan investigasi penyalahgunaan KJP oleh si renternir Tanti Andriani, ada polisi aktif, bukan gadungan, sekali lagi bukan gadungan, dari Unit Provost Polda Metro Jaya, benama Gugun Gunadi, ikut bersama kawan-kawan dari media BidikFakta ini,” ujar Wilson keheranan.
Oleh karena itu, dia mendesak agar Kapolsek Kalideres dicopot dari jabatannya (3). “Negara rugi banyak. Uang rakyat hanya dipakai untuk membiayai hidup oknum polisi model Kompol Slamer itu. Mau berapa lama lagi kita membiarkan uang negara dipakai memproduksi hoax, digunakan press conference berkonten berita bohong, untuk membelikan pakaian dalam si oknum aparat yang tidak PROMOTER begitu?” cetus Wilson yang juga menyelesaikan pendidikan masternya di bidang Applied Ethics dari Universitas Utrecht, Belanda dan Universitas Linkoping, Swedia, itu.
Kepada Kapolri dan jajaran pimpinan Polri, Wilson menyarankan agar penempatan personil pimpinan unit dan sub-unit di jajaran Kepolisian Republik Indonesia dilakukan secara selektif. Jangan karena seseorang sering setorkan wajah ke atas, dialah yang ditunjuk jadi kapolda, jadi kapolres, jadi kapolsek, hingga ke jajaran pimpinan unit di bawahnya. Pimpinan itu harus punya karakter jujur, amanah, dan memiliki wisdom.
“Kepercayaan rakyat terhadap institusi polri segera akan runtuh jika sikap dan perilaku kepemimpinan di jajaran polri tidak segera dibenahi yaa. Seorang pemimpin itu wajib memiliki karakter jujur, amanah, dan sifat bijaksana,” ujar Alumni Program Persahabatan Indonesia – Jepang tahun 2000 ini penuh harap.
Sementara untuk semua pekerja media, Wilson menghimbau agar jadilah wartawan yang memegang teguh idealisme jurnalistik sesuai dengan konsep dasar jurnalisme yang diakui secara universal sebagaimana termaktub dalam The Element of Journalism. Dua poin mendasar pertama dari 10 elemen fundamental jurnalisme adalah terkait dengan kewajiban dan loyalitas jurnalisme, yakni: kewajiban pertama (jurnalisme) adalah kepada kebenaran dan loyalitas pertama (jurnalisme) adalah kepada warga negara atau publik (4).
“Jangan main telan saja sebuah informasi dari press conference seperti yang di Poslek Kalideres itu, walaupun disebar melalui Humas Polres Jakarta Barat. Kita diberi Tuhan otak untuk berpikir, bernalar, dan berlogika, dalam merespon segala sesuatu. Jangan sampai taikpun Anda lahap habis tanpa berpikir (5), haha,” pungkas Wilson sambil senyum. (***/Red)