Ketua Umum AMDI SS Budi Raharjo

Obsesinews.com,Jakarta- Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) mendukung penuh kebijakan dan langkah tegas Menkominfo memblokir situs dan penyedia aplikasi media sosial yang sering dipakai kelompok radikal menyebarkan ujaran kebencian, posting kata-kata berbau radikalisme dan propaganda negatif. Bahkan AMDI mendesak pemerintah lebih tegas menutup aplikasi tersebut dari layanannya di Indonesia.


Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Media Digital Indonesia S.S Budi Rahardjo dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (15/7).

“Kita bisa melihat secara kasat mata, ada penyelenggara media sosial sengaja membiarkan layanannya dimasuki akun yang tujuannya membuat berita fitnah, memposting kata ujaran kebencian, gambar-gambar penuh fitnah, berita hoax, ajakan untuk membenci umat lain,” ujar S.S Budi Rahardjo.

Akun-akun di medsos ini, lanjut Budi, terkadang banyak yang abal-abal. “Banyak saya lihat orang membuat akun dengan nama lain agar tidak terdeteksi, nah di akun itu dia menyebarkan ujaran kebencian, menyebarkan paham radikal, menjadikan akunnya sebagai ajang saling menyerang, tapi saya herannya akun ini tidak diblokir oleh penyedia media sosialnya, dibiarkan makin banyak, nah ini pemerintah harus jeli,” papar Budi.

Oleh karena itu langkah tegas yang diambil Menkominfo memblokir penyedia layanan media sosial Telegram diapresiasi oleh AMDI. “Kami AMDI mengapresiasi langkah tegas Menkominfo memblokir penyedia layanan media sosial yang membiarkan layanannya dipakai kelompok radikal menyebarkan ajarannya,” sebutnya.

AMDI mendesak Menkominfo agar lebih tegas lagi untuk memblokir atau menutup situs-situs berbau penyebaran ajaran radikal dan pornografi tanpa harus menunggu polisi yang melakukan. 

“Sesama lembaga pemerintah harus bisa saling dukung dan cepat merespon munculnya indikasi kelompok yang memanfaatkan situs dan media sosial untuk menyebarkan ajaran kebencian dan radikalisme, gampang kok itu dideteksi mereka, hanya saja harus ada kemauan yang kuat dari aparat negara dan pemerintah, jangan saling menunggu,” katanya.

Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap 11 Domain Name System (DNS) milik Telegram.

Dipaparkan 11 Domain Name System (DNS) milik Telegram meliputi t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.

Dampak terhadap pemblokiran ini adalah tidak bisa diaksesnya layanan Telegram versi web (tidak bisa diakses melalui komputer).

Kominfo menjelaskan pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

“Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)” ujar Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan.

Lebih lanjut disampaikan Semuel bahwa aplikasi Telegram ini dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme.

Dirjen Aptika juga menegaskan bahwa dalam menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 40 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kemkominfo selalu berkoordinasi dengan lembaga-lembaga Negara dan aparat penegak hukum lainnya dalam menangani pemblokiran konten-konten yang melanggar peraturan perundangan-undangan Indonesia. (wiJakarta, EDITOR.ID,- Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) mendukung penuh kebijakan dan langkah tegas Menkominfo memblokir situs dan penyedia aplikasi media sosial yang sering dipakai kelompok radikal menyebarkan ujaran kebencian, posting kata-kata berbau radikalisme dan propaganda negatif. Bahkan AMDI mendesak pemerintah lebih tegas menutup aplikasi tersebut dari layanannya di Indonesia.

Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Media Digital Indonesia S.S Budi Rahardjo dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu, (15/7/2017).

“Kita bisa melihat secara kasat mata, ada penyelenggara media sosial sengaja membiarkan layanannya dimasuki akun yang tujuannya membuat berita fitnah, memposting kata ujaran kebencian, gambar-gambar penuh fitnah, berita hoax, ajakan untuk membenci umat lain,” ujar S.S Budi Rahardjo.

Akun-akun di medsos ini, lanjut Budi, terkadang banyak yang abal-abal. “Banyak saya lihat orang membuat akun dengan nama lain agar tidak terdeteksi, nah di akun itu dia menyebarkan ujaran kebencian, menyebarkan paham radikal, menjadikan akunnya sebagai ajang saling menyerang, tapi saya herannya akun ini tidak diblokir oleh penyedia media sosialnya, dibiarkan makin banyak, nah ini pemerintah harus jeli,” papar Budi.

Oleh karena itu langkah tegas yang diambil Menkominfo memblokir penyedia layanan media sosial Telegram diapresiasi oleh AMDI. “Kami AMDI mengapresiasi langkah tegas Menkominfo memblokir penyedia layanan media sosial yang membiarkan layanannya dipakai kelompok radikal menyebarkan ajarannya,” ungkapnya seperti dirilis editor.id.

AMDI mendesak Menkominfo agar lebih tegas lagi untuk memblokir atau menutup situs-situs berbau penyebaran ajaran radikal dan pornografi tanpa harus menunggu polisi yang melakukan. 

“Sesama lembaga pemerintah harus bisa saling dukung dan cepat merespon munculnya indikasi kelompok yang memanfaatkan situs dan media sosial untuk menyebarkan ajaran kebencian dan radikalisme, gampang kok itu dideteksi mereka, hanya saja harus ada kemauan yang kuat dari aparat negara dan pemerintah, jangan saling menunggu,” katanya.

Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meminta Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap 11 Domain Name System (DNS) milik Telegram.

Dipaparkan 11 Domain Name System (DNS) milik Telegram meliputi t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.

Dampak terhadap pemblokiran ini adalah tidak bisa diaksesnya layanan Telegram versi web (tidak bisa diakses melalui komputer).

Kominfo menjelaskan pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

“Saat ini kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)” ujar Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan.

Lebih lanjut disampaikan Semuel bahwa aplikasi Telegram ini dapat membahayakan keamanan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme.

Dirjen Aptika juga menegaskan bahwa dalam menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 40 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kemkominfo selalu berkoordinasi dengan lembaga-lembaga Negara dan aparat penegak hukum lainnya dalam menangani pemblokiran konten-konten yang melanggar peraturan perundangan-undangan Indonesia. (Red)