Obsesinews.com, Jakarta – Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, akhirnya buka suara ketika ditanyakan asal-muasal berbongkarnya kasus penggadaian Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang melibatkan Tanti Andriani alias Uni dengan barang bukti 500 KJP lebih (1). Menurutnya, kasus itu mencuat ke permukaan bermula dari penahanan 4 orang wartawan media online BidikFakta.Com atas laporan sang rentenir penadah KJP ke Polres Kalideres. Dari kasus penahanan wartawan inilah Wilson akhirnya menemukan fakta terkait praktek illegal penggadaian KJP oleh warga kepada rentenir.
“Saya mendapat laporan terkait penahanan 4 wartawan media online BidikFakta.Com di Polsek Kalideres pada 25 Juni 2020 malam. Esoknya, tanggal 26 Juni, saya langsung ke Polsek Kalideres dan bertemu Kapolsek, Kompol Slamet. Dari sanalah saya mendapatkan informasi bahwa tidak kurang 500 KJP yang digadaikan ke oknum rentenir disita Polisi Kalideres,” ungkap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, Senin (13/07/2020).
Dari penelusuran lebih lanjut, Ketum PPWI yang didampingi beberapa rekan wartawan dan pengacara PPWI, Dolfie Rompas, S.Sos, SH, MH, saat bertemu Kompol Slamet, didapatkan keterangan bahwa rentenir penadah KJP Tanti Andriani membuat laporan polisi atas nama Rosid, oknum wartawan media Mitrapol, dengan tuduhan pemerasan. Tanti yang lebih akrab disapa Uni (Kakak) itu merasa diperas ketika menyerahkan dana sebesar Rp. 4,5 juta kepada Rosid, dengan kompensasi kasus KJP tidak akan diungkap ke media.
“Polisi menyita KJP yang dititipkan Rosid kepada 4 wartawan yang ditahan itu sebanyak 200 buah lebih, dan sisanya 300 buah diambil dari penadah KJP bernama Tanti Andriani yang membuat laporan polisi bahwa dirinya diperas oleh Rosid dan beberapa kawannya,” lanjut Wilson (2).
Sesuatu yang sangat aneh, imbuh Wilson, karena menilai Kapolsek Slamet terkesan membela rentenir KJP Tanti Andriani. Saat ditanyakan terkait tindakan Polsek Kalideres atas praktek illegal penggadaian KJP oleh oknum rentenir itu, Kompol Slamet bersikeras bahwa sang rentenir tidak bersalah dalam masalah ini.
“Saya sebenarnya berharap Polsek Kalideres mengusut kasus penggadaian KJP tersebut. Tapi Kapolsek malah membela dengan mengatakan kepada saya, apakah salah jika si pedagang (si penadah KJP – red) menerima KJP untuk pembelian pakaian sekolah yang dijualnya? Saya balik bertanya, jika si pedagang memegang 500-an KJP, apakah itu sesuatu yang wajar? Justru Polisi harus bertanya dan mengusutnya, mengapa KJP bisa berada di tangan satu orang dalam jumlah yang sangat banyak untuk waktu tertentu yang panjang?” urai alumni pascasarjana Global Ethics dari Birmingham University, Inggris ini dengan nada prihatin (3).
Wilson juga menyampaikan bahwa dirinya telah berkirim pesan kepada berbagai pihak, termasuk ke Pemerintah Provinsi dan Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta. Melalui pesan WhatsApp-nya, Staf Khusus Gubernur, Muhammad Chozin Amirullah, merespon Wilson dengan mengatakan bahwa kasus KJP itu adalah perbuatan kriminal dan merupakan ranahnya kepolisian. Chozin menyarankan agar rentenir yang menjadi penadah KJP itu dilaporkan ke polisi saja.
“Ini pasnya biar ditangani polisi kali bang. Wilayah ini lebih ke kriminalitas,” tulis Chozin dalam pesan WA-nya ke Wilson (4).
Kejanggalan lain yang mengindikasikan tentang buruknya kinerja Polsek Kalideres terkait kasus KJP ini terlihat dari proses penahanan dan penanganan atas 4 orang wartawan yang sesungguhnya berjuang mengungkap kasus penggadaian KJP ini. Pasalnya, pelaku utama yang dilaporkan ke Polsek Kalideres yakni Rosid, hingga kini belum tertangkap.
“Pelaku utama belum ditangkap, tapi 4 rekan wartawan sudah lebih dahulu ditangkap dan langsung ditahan. Tanpa klarifikasi dan keterangan sama sekali dari pelaku utama Rosid yang masih buron. Bagaimana mungkin bisa mendapatkan informasi valid terkait keterlibatan 4 wartawan ini, sementara Rosid yang meminta dan menerima uang belum tertangkap dan ditanyai?” tanya Wilson yang selama ini dikenal gigih membela para wartawan itu.
Tidak heran, sambung pria kelahiran Morowali Utara ini, jika akhirnya berkas Berita Acara Pemerikasaan (BAP) keempat rekan wartawan tersebut diduga penuh rekayasa. “Informasi dari kawan-kawan yang ditahan ini, mereka di-BAP hingga 12 kali, bolak-balik di-BAP. Mereka ditekan penyidik untuk mengakui bahwa mereka menerima uang kejahatan dari Rosid, hasil dari menggesek KJP yang mereka pegang,” beber Wilson yang mengaku 2 kali menerima surat tulisan tangan dari para wartawan tersebut yang berisi kronologis penangkapan, penahanan, dan proses BAP mereka.
Mereka juga dipaksa untuk mengakui bahwa mereka mengetahui uang yang diterima dari Rosid adalah hasil kejahatan Rosid yang telah menggesek (mengambil uang – red) KJP. “Padahal uang yang diberikan Rosid itu, kami tidak mengetahuinya Pak Wilson, duit dari mana. Yang pasti uang yang diberikan Rosid itu untuk kami sebagai operasional untuk membawa KJP itu untuk dilaporkan ke hukum,” tulis SW (39), salah satu wartawan yang ditahan dalam suratnya tertanggal 12 Juli 2020 kepada Wilson (5).
Untuk diketahui, tambah Wilson, dalam kasus ini terlibat juga seorang oknum polisi aktif, dari unit Provost Polda Metro Jaya, bernama Gugun Gunadi (6). Saat Wilson mempertanyakan kepada Kapolsek Kompol Slamet, terkait tidak ditahannya oknum ini bersama keempat wartawan BidikFakta.Com, Kapolsek tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan.
“Kawan-kawan wartawan ini berjuang mengungkap kasus penggadaian illegal KJP bersama seorang polisi aktif dari Provost Polda Metro Jaya. Oleh karena itu mereka merasa apa yang dilakukan sudah pada jalur yang baik dan benar karena didampingi aparat. Eh, malah hanya kawan-kawan kita yang dituduh memeras dan menerima uang hasil kejahatan. Benar-benar konyol,” ucap Wilson yang selama ini sudah melatih ribuan anggota TNI, Polri, ASN, wartawan, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik itu dengan perasaan sedih.
Melihat pola kerja oknum Kapolsek Kalideres dan penyidiknya yang jauh dari spirit PROMOTER (Profesional, Moderen, dan Terpercaya) Polri ini, Wilson Lalengke meminta Pimpinan Korps Bhayangkara Indonesia itu untuk mengambil tindakan tegas terhadap bawahannya. “Kapolsek Kalideres itu perlu di-monev. Jika terbukti tidak promoter, sebaiknya dicopot dari jabatannya. Rugi rakyat Indonesia membiayai aparat model itu. Ganti dengan personil yang lebih cerdas dan mumpuni sebagai pelindung, pelayan, pengayom, dan penolong rakyat,” tegas Wilson yang juga menjabat sebagai Ketua Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) ini. (***/Red)