*Perusahan Keluarga Taufik lebih Mendominasi Kasus tersebut

Ilustrasi Korupsi Dana Bantuan Sosial

Obsesinews.com,Jombang- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harus Lebih Delektif Dalam Menyelidiki Dugaan Korupsi Dana Bantuan Sosial (bansos) Dan Dana Hibah Pada Tahun 2013 Senilai Rp 39 miliar, Permintaan Tersebut Dikemukakan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) Joko Fattah Rachim di Jombang.
Joko mengatakan,” bansos dan dana hibah dicairkan berdasarkan pengajuan proposal kegiatan pembangunan atau pengadaan barang oleh masyarakat kepada masing-masing anggota DPRD Kabupaten Jombang. 

“Pengajuan proposal dsampaikan kepada anggota Dewan sesuai daerah pemilihannya dan disetujui oleh instansi atau dinas terkait,”katanya.
Menurut Joko, FRMJ pernah melaporkan kasus itu ke Kejaksaan Negeri Jombang pada 2014. Kejaksaan pernah memeriksa sejumlah orang, tapi tidak jelas perkembangan penanganannya. Kemudian diadukan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Agung pada 2014 dan 2015. “Karena kejaksaan mandul, kami laporkan ke KPK dan meminta menyelidikinya,” katanya, Jumat,(23/12).
Pada 5 Desember 2016 lalu, penyidik KPK menggeledah ruang Bagian Pembangunan Pemerintah Kabupaten Jombang dan ruang kerja Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang Ita Triwibawati. 

Penggeledahan itu terkait dugaan korupsi proyek-proyek pembangunan fisik yang melibatkan perusahaan dan kelompok usaha keluarga Ita dan suaminya, Taufiqurrahman, yang menjabat Bupati Nganjuk.

Cak Joko meyakini,”KPK juga menyita dokumen realisasi dana bansos dan hibah, Sebab proses atau mekanisme pengajuan pencairan dana bansos dan hibah itu dari Sekretaris Dewan ke Bagian Pembangunan Pemerintah Kabupaten Jombang.
Diapun menjelaskan,”realisasi dana bansos dan hibah sarat korupsi dan kolusi. Selain itu, banyak kegiatan pembangunan yang ternyata fiktif. Biayanyapun digelembungkan. Di antaranya dalam proposal disebutkan kegiatan pembangunan jalan desa. Tapi kenyataannya tidak dikerjakan.

“Dana yang sudah dicairkan dibawa oleh salah satu oknum anggota DPRD yang kemudian meninggal dunia. “Ada juga pembangunan balai dusun yang nilainya hanya sekitar Rp 36 juta, tapi dianggarkan Rp 100 juta.
“Dana bansos dan hibah itu semestinya tidak bisa dicairkan karena pada 2013 merupakan masa  transisi. Masa jabatan Bupati kala itu, Suyanto, sudah habis pada April 2013. “Dana cair pada September dan Desember 2013,” jelasnya.

Joko menuduh ada rekayasa pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPj) keuangan sebelum kegiatan selesai. “Sehingga dana bisa cair semua,” katanya. Kegiatan fiktif dan rekayasa SPj tersebut, menurutnya, tak lepas dari peran oknum Anggota DPRD yang malah berinisiatif mengada-adakan kegiatan agar dana bisa cair.
Joko Fattah menambahkan,”Jumlah dana bansos dan hibah pada 2013 mencapai Rp 39 miliar. Perinciannya, setiap anggota DPRD mendapat jatah anggaran kegiatan Rp 750 juta, Ketua DPRD Rp 1,2 miliar, dan Wakil Ketua DPRD Rp 1 miliar. “Dari anggaran Rp 39 miliar itu, kami yakin separuhnya dikorupsi oleh oknum anggota Dewan,” Pungkasnya.
Terpisah Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jombang Nur Ngali belum bisa dikonfirmasi.

Ketika Obsesinews.com menanyakan perkembangan kasus tersebut, namun tapi tidak ditanggapi.(kus/red)